Jumat, 05 Juni 2020

PEMBUKTIAN PADA TAHAP PENYELIDIKAN

PENGERTIAN
Penyelidikan ialah Serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

       Dalam Tata Kelola dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus dikenal adanya istilah Pra Penyelidikan yaitu tindakan-tindakan administrasi sejak diterimanya sumber penyelidikan sampai dengan adanya keputusan terhadap tindak lanjut atas sumber penyelidikan menurut cara yang diatur dalam Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia.

    Penyelidikan bukan merupakan tahapan yang berdiri sendiri akan tetapi merupakan bagian atau sub fungsi dari penyidikan. KUHAP tidak mengatur penyelidikan dalam bab tersendiri. Pada BAB XIV mengatur Bab Penyidikan yang terdiri dari Bagian Kesatu Penyelidikan dan Bagian Kedua Penyidikan. Oleh sebab itu kewenangan penyelidik pada Pasal 102 dan Kewenangan penyidik pada Pasal 106 KUHAP adalah sama; yaitu dalam hal penyelidik atau penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan(bagi penyelidik) atau penyidikan (bagi penyidik) yang dianggap perlu. Artinya apabila yang mengetahui atau menerima laporan tentang dugaan terjadi tindak pidana adalah penyelidik maka penyelidik wajib segera melakukan tindakan penyelidikan akan tetapi apabila dari laporan atau temuan sendiri telah diperoleh bukti permulaan yang cukup umpannya dalam operasi tertangkap tangan atau hasil pengembangan suatu perkara pidana maka peristiwa tersebut dapat langsung dilakukan penyidikan tanpa didahului penyelidikan lagi.

        Jadi sarana atau alat yang digunakan penyelidik untuk menentukan apakah peristiwa itu diduga sebagai tindak pidana dan dapat dilakukan penyidikan adalah bukti permulaan.

Menurut Pasal 5 KUHAP; Penyelidik karena kewajibannya mempunyai wewenang;

a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya suatu tindak pidana.
b. mencari keterangan dan barang bukti.
c. menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal
diri.
d. Mengadakan tindakan lain yang bertanggung jawab.


Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:

  1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan;
  2. Pemeriksaan dan penyitaan surat;
  3. Mengambil sidik jari dan memotret seorang;
  4. Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik;
Semua tindakan penyidik tersebut pada a dan b harus dibuat laporan dan berita acara untuk disampaikan kepada penyidik.

     Rentetan kewenangan penyelidik tersebut dalam rangka mencari dan memperoleh bukti permulaan. Berdasarkan hal tersebut diatas maka jelas bahwa penyelidikan adalah untuk menemukan peristiwa yang diduga mengandung muatan tindak pidana dan dalam rangka untuk menentukan apakah dapat ditingkatkan ke tahap selanjutnya (penyidikan). Untuk menemukan suatu peristiwa pidana sudah barang tentu diperlukan bukti-bukti. Mencari bukti dalam hal ini sesungguhnya adalah mencari alat bukti. Bukti tersebut hanya terdapat atau dapat diperoleh dari alat bukti dan termasuk barang bukti. Oleh karena itu kegiatan penyelidikan adalah juga merupakan kegiatan pembuktian.

    Dalam Putusannya Nomor 21/PUU-XII/2014 Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan“bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP.

      Mahkamah Konstitusi beralasan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”. Berbeda dengan Pasal 44 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara jelas batasan jumlah alat bukti, yakni minimal dua alat bukti. “Frasa “bukti permulaan‟, “bukti permulaan yang cukup‟, dan “bukti yang cukup‟dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurangkurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya(in absentia).”

        Berdasarkan hal tersebut diatas maka telah terjadi terjadi pergerasan pemaknaan 2 (dua) alat
bukti yang semula sebagai syarat untuk penghukuman sebagaimana pada Pasal 183 KUHAP,
namun sekarang ditambah menjadi syarat untuk penentuan tersangka. Pasal 183 KUHAP “ Hakim
tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya
dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi
dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukan”.

JENIS BUKTI PERMULAAN

Adapun bukti permulaan dapat berupa :
  1. Keterangan yang diperoleh dari berbagai pihak yang dituangkan dalam beritaacara pemberian keterangan.
  2. Barang bukti yang mempunyai hubungan dengan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana.
  3. Informasi elektronik atau surat elektronik sebagaimana dimaksud/menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008, jo Pasal 26 A Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 44 ayat (2) Undang-undang nomor 30 tahun 2002.
  4. Audit investigasi dari auditor.
  5. Hasil kajian Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
  6. Bahan lain untuk kepentingan penyelidikan yang diperoleh dengan syarat;
  • Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum.
  • Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan yang dilakukannya tindakan jabatan.
  • Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkup jabatannya.
  •  Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa.
  • Menghormati hak asasi manusia. (Penjelasan Pasal 5 angka 4 KUHAP)Bukti permulaan yang telah diperoleh kemudian diolah/dianalisis untuk memperoleh sekurang-kurangnya dua bukti permulaan yang saling bersesuaian antara satu dengan yang lain dari persesuaiannya diketahui peristiwa tersebut diduga sebagai tindak pidana dapat dilakukan penyidikan.

FUNGSI BUKTI PERMULAAN
  1. Guna menentukan apakah peristiwa yang diduga suatu tindak pidana dapat dilakukan penyidikan (Pasal 1 angka 5 KUHAP).
  2. Menetapkan seorang sebagai tersangka (Pasal 1 angka 14 KUHAP).
  3. Syarat penangkapan (Pasal 17 KUHAP).

TEKNIK MENENTUKAN DUGAAN TERJADI TINDAK PIDANA
  1. Cari dan kumpulkan bukti permulaan menurut undang-undang.
  2. Analisis bukti permulaan untuk memperoleh fakta yang dapat mendukung unsur tindak pidana yang diduga terjadi.
  3. Kuasai setiap unsur tindak pidana yang diduga terjadi.
  4. Hubungkan antara unsur tindak pidana dan fakta yang diperoleh dari bukti permulaan apakah mendukung atau tidak.
  5. Dari rangkaian tindakan ini penyidik menentukan ada dugaan terjadi tindak pidana dan dapat dilakukan penyidikan.

Tidak ada komentar: