I. WANPRESTASI
Istilah wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu “wanprestatie”, yang berarti bahwa itu tidak memenuhi pencapaian atau kewajiban
Berikut definisi wanprestasi menurut beberapa penulis
• Menurut Harahap (1986), wanprestasi adalah sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian.
• Menurut Prodjodikoro (2000), wanprestasi adalah ketiadaan suatu prestasi didalam hukum perjanjian, berarti suatu hal yang harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian.
• Menurut J Satrio (Satrio : 1999, hal 122), wanprestasi adalah suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya
Sedangkan wanprestasi menurut kitab undang-undang hukum perdata diatur dalam pasal 1243 berbunyi "Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan"
Bentuk dan Syarat Wanprestasi
Menurut Satrio (1999), terdapat tiga bentuk wanprestasi, yaitu:
1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali. Sehubungan dengan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.
2. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya. Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.
3. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru. Debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali.
Sedangkan menurut Subekti, bentuk dan syarat tertentu hingga terpenuhinya wanprestasi adalah sebagai berikut (Ibrahim, 2004):
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa wanprestasi adalah keadaan di mana kreditur maupun debitur tidak/lalai melaksanakan perjanjian yang telah disepakati
II. PERBUATAN MELAWAN HUKUM (PMH)
I. Pengertian Perbuatan melawan hukum
adalah segala perbuatan yang menimbulkan kerugian yang membuat korbannya dapat melakukan tuntutan terhadap orang yang melakukan perbuatan tersebut. Kerugian yang ditimbulkan dapat bersifat material (misalnya kerugian akibat tabrakan mobil) ataupun imaterial (misalnya kecemasan atau penyakit). Melalui tuntutan ini, korban berupaya untuk mendapatkan pemulihan secara perdata, misalnya dengan mendapatkan ganti rugi.
PMH diatur dalam Pasal 1365 KUHPer, berbunyi “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut ”.
Menurut Munir Faudy, perbuatan melawan hukum adalah sebagai suatu kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur perilaku bahaya, untuk memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat
Menurut salah satu ahli hukum terkemuka asal Belanda, perbuatan melawan hukum
yaitu “delict” adalah “elke eenzijdige evenwichtsverstoring, elke eenzijdige inbreak
op de materiele en immateriele levensgoerden van een persoon of een, een eenheid
vormende, veelheid van persoon/een groop”
( tiap-tiap gangguan dari keseimbangan,
tiap-tiap gangguan pada barang-barang kelahiran dan kerohanian dari milik hidup
seseorang atau gerombolan orang-orang).
Perbuatan melawan hukum tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi
juga berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak orang lain bertentangan dengan
kesusilaan maupun sifat berhati-hati, kepantasan dan kepatutan dalam lalu lintas
masyarakat. Perbuatan melawan hukum juga dapat diartikan sebagai suatu kumpulan
dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur prilaku
berbahaya, untuk memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian yang terbit dari
interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan suatu
gugatan yang tepat.
Unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terdiri dari 4 unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH):
1. Adanya Perbuatan Melawan Hukum
Dikatakan PMH, tidak hanya hal yang bertentangan dengan UU, tetapi juga jika berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang memenuhi salah satu unsur berikut:
• Bertentangan dengan hak orang lain;
• Bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri;
• Bertentangan dengan kesusilaan;
• Bertentangan dengan keharusan (kehati-hatian, kepantasan, kepatutan) yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau benda.
2. Adanya unsur kesalahan
Unsur kesalahan dalam hal ini dimaksudkan sebagai perbuatan dan akibat-akibat yang dapat dipertanggungjawabkan kepada si pelaku.
3. Adanya kerugian
Yaitu kerugian yang timbul karena PMH. Tiap PMH tidak hanya dapat mengakibatkan kerugian uang saja, tetapi juga dapat menyebabkan kerugian moril atau imateril, yakni ketakutan, terkejut, sakit dan kehilangan kesenangan hidup.
4. Adanya hubungan sebab akibat
Unsur sebab-akibat dimaksudkan untuk meneliti adalah hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dan kerugian yang ditimbulkan sehingga si pelaku dapat dipertanggungjawabkan.
II. Unsur-Unsur Gugatan Perbuatan Melawan Hukum
Berdasarkan pengertian perbuatan melawan hukum Pasal 1365 dan Pasal 1370, maka dalam melakukan gugatan perbuatan melawan hukum harus dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
a. Adanya suatu perbuatan, yaitu Suatu perbuatan melawan hukum diawali oleh
perbuatan si pelakunya. Umumnya diterima anggapan bahwa dengan perbuatan
di sini dimaksudkan, baik berbuat sesuatu (secara aktif) maupun tidak berbuat
sesuatu (dalam arti pasif), misalnya tidak berbuat sesuatu padahal ia
berkewajiban untuk membantunya, kewajiban mana timbul dari hukum yang
berlaku (karena ada juga kewajiban yang timbul dari kontrak). Karena itu
terhadap perbuatan melawan hukum tidak ada unsur persetujuan atau kata
sepakat dan tidak ada juga unsur “causa yang diperbolehkan” sebagai mana yang
terdapat dalam kontrak.
b. Perbuatan yang melawan hukum, yaitu suatu perbuatan yang melanggar hak
subyektif orang lain atau yang bertentangan dengan kewajiban hukum dari si
pembuat sendiri yang telah diatur dalam undang-undang.
c. Harus ada kesalahan, syarat kesalahan ini dapat diukur secara :
1) Objektif, yaitu dengan dibuktikan bahwa dalam keadaan seperti itu manusia
yang normal dapat menduga kemungkinan akan timbulnya akibat dan
kemungkinan ini akan mencegah manusia yang baik untuk berbuat atau tidak
berbuat.
Selain itu orang yang melakukan perbuatan melawan hukum harus dapat dipertanggungjawaban atas perbuatannya, karena orang yang tidak tahu apa yang ia lakukan tidak wajib membayar ganti rugi. Sehubungan dengan kesalahan in terdapat dua kemungkinan :
1) Orang yang dirugikan juga mempunyai kesalahan terhadap timbulnya
kerugian. Dalam pengertian bahwa jika orang yang dirugikan juga bersalah
atas timbulnya kerugian, maka sebagian dari kerugian tersebut dibebankan
kepadanya kecuali jika perbuatan melawan hukum itu dilakukan dengan
sengaja.
2) Kerugian ditimbulkan oleh beberapa pembuat. Jika kerugian itu ditimbulkan
karena perbuatan beberapa orang maka terhadap masing-masing orang yang
bertanggung jawab atas terjadinya perbuatan tersebut dapat dituntut untuk
keseluruhannya.
d. Harus ada kerugian yang ditimbulkan. Kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat berupa :
1) Kerugian materiil, dimana kerugian materiil dapat terdiri dari kerugian yang
nyata-nyata diderita dan keuntungan yang seharunya diperoleh. Jadi pada umumnya diterima bahwa si pembuat perbuatan melawan hukum harus
mengganti kerugian tidak hanya untuk kerugian yang nyata-nyata diderita,
juga keuntungan yang seharusnya diperoleh.
2) Kerugian idiil, dimana perbuatan melawan hukum pun dapat menimbulkan
kerugian yang bersifat idiil seperti ketakutan, sakit dan kehilangan
kesenangan hidup.
Berdasarkan hal-hal di atas, dapat dipahami unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum sebagai berikut
1. Adanya suatu perbuatan;
2. Perbuatan tersebut melawan hukum;
3. Adanya kesalahan pihak pelaku;
4. Adanya kerugian bagi korban;
5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.
Sekian dari kami dan terimah kasih..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar